In Kontemplasi

Tidak Bisa Tidur

Menjelang habisnya hari leyeh-leyeh, saya tidak bisa tidur malam ini. Badan pegal, tapi rasa kantuk tidak kunjung mampir. Yang terjadi justru ada banyak hal berdatangan di otak di jam-jam segini. Tentang motivasi hidup, tentang ketakutan, tentang harapan, tentang hobi yang makin jarang dilakukan, dan tentang lain-lain. 

Saya pun memutuskan membuka Twitter, melihat apa yang menarik dari obrolan orang-orang di beranda. Dan isinya ya biasa saja, hal-hal yang sering dicuitkan kebanyakan.

Bosan. Saya buka Instagram. Media sosial yang sudah jarang saya buka tahun ini. Di platform ini, tidak banyak waktu yang saya habiskan. Hanya membuka DM dan tidak ada pesan baru yang masuk. Melihat beranda sekenanya dan mengecek dua akun. Akun pertama, dia yang saya hide sejak tahun lalu karena suatu sebab. Saya sampai harus mengucap bismillah saat hendak membuka IG story-nya. 

Akun kedua, secara random saya kepikiran salah satu teman kuliah saya. Teman belajar menulis sewaktu di Ciputat.

Saya lihat di bio ada link website. Ternyata blognya. Saya membaca satu tulisan teratasnya. Artikel pendek yang menceritakan sikapnya terhadap sesuatu. Saya lanjut baca artikel di bawahnya, bercerita tetang semangatnya yang muncul lagi untuk menulis di blog.

Membaca dua tulisannya seperti saya sedang melihat diri sendiri. Tiba-tiba saya menangis. Menulis, bagi saya adalah bagian tak terpisahkan dari diri saya. Selain sebagai pekerjaan utama, menulis juga bagian dari melepaskan beban-beban yang ada, yang saya tulis di blog ini. Bagian dari kontemplasi. 

Karenanya, saya langsung membuka laptop dan menulis artikel pendek ini. Dan saya berharap bisa segera tidur begitu artikel ini selesai.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments