In

Puasa Instagram

Perlahan tapi pasti, saya mulai bisa melepaskan diri dari keinginan bermain Instagram. Mungkin sudah sekitar tiga bulan sejak memutuskan ganti password, lalu uninstall dengan niat paling serius: mari puasa Instagram, tinggalkan segala momen yang orang-orang bagikan setiap harinya di aplikasi ini.

Dalam proses puasa IG itu, saya pernah sekali menonaktifikannya, meski akhirnya saya aktifkan lagi karena harus membuka sebuah akun berkaitan dengan kerjaan kantor. Setelah itu, saya putuskan cukup uninstall saja karena saya pikir sesekali pasti saya perlu membuka akun ini untuk keperluan mendesak. Itu pun saya lakukan melalui web, bukan dari aplikasi. 

Alasan paling mendasar puasa IG saat itu adalah saya tidak kuat untuk nggak kepo dengan salah satu akun orang yang saya suka. Di saat bersamaan, saya juga nggak kuat untuk melihat unggahannya.

Mulanya, saya mute konten feed dan story-nya. Cara ini sebenarnya bisa menahan saya untuk nggak kepo. Tapi, sesekali penasaran dan setiap mampir ke akunnya, selalu ada perasaan sesak di dada meski kontennya tidak ada hubungannya dengan saya.

Tentu saja tidak ada hubungannya dengan saya, karena he's just not that into me. Intinya, saya selalu tersiksa setiap kali melihat dia update, apapun isinya. Membuat saya overthinking, hal yang sering dialami mereka yang rasa sukanya bertepuk sebelah tangan. A.l.w.a.y.s.

Karena perasaaan sesak di dada itu selalu berulang, saya putuskan pergi dari IG. Berharap bisa dalam periode yang lama bahkan selamanya tidak menengok kehidupan di aplikasi itu, seriuh apapun suasananya. Ditambah, saya juga mulai empet lihat unggahan orang lain. Bukan iri dengan kebahagian orang lain atau merasa tak empati dengan kesusahan yang mereka bagikan, tapi otak saya merasa penuh dengan semua informasi yang terlihat dan masuk ke memori otak.

Dan saya bersyukur bisa perlahan lepas dari IG, akun yang pernah membuat saya menggunggah konten minimal setiap hari saat kuliah. Seiring dengan banyaknya teman di IG, terutama dari kalangan dunia kerja, saya juga merasa tidak bebas menggunggah sesuatu. Bentar-bentar merasa takut unggahan alay atau terlalu norak. Padahal, mungkin unggahan itu biasa saja. Lagi-lagi yang ada overthinking

Selama ini, sebenarnya banyak keuntungan yang saya dapat dari aktif di IG, salah satunya mendapatkan uang karena menang lomba konten atau ketika jualan dan barang diborong sampai jutaan rupiah.

Tapi lebih dari itu, saya ingin istirahat dari hingar-bingar yang ada di IG. Saya ingin menutup rumah kenangan yang begitu ramai tapi diam-diam menyesakkan dada.

Saat ini, hanya Twitter aplikasi yang sering saya buka. Saya merasa bebas di aplikasi ini, meski saya agak menyesal ada dua orang yang pernah saya suka malah mutualan. Padahal, salah satu dari mereka menjadi alasan utama saya puasa IG. Hadeh!

Mestinya, dulu tidak saya approve ya, hehe. Tapi kan waktu itu belum ada benih-benih suka, ckckck. Mau saya block atau unfollow, tapi kok kejam banget dan nggak elegan. Saya juga nggak mau putus silahturahmi dengan mereka. Satu-satunya cara ya saya mute juga unggahan mereka di Twitter. Semoga saya kuat. Harus kuat. 

Dibandingkan Instagram, kesakitan di Twitter tidak terlalu parah (meski kadang bisa tiba-tiba nangis). Saya masih bisa menemukan hiburan di aplikasi ini, saya juga lebih bebas mengoceh di sini meski tetap saja ada batas karena merasa ada dua orang itu.

Metode lepas dari hal-hal seperti ini sebenarnya pernah saya lakukan saat kuliah dulu, masa di mana pamor Facebook lagi tinggi-tingginya. Saya memutuskan hide semua aktivitas Facebook mantan saya. Pacar pertama yang hmmm jadiannya sebentar tapi moveon-nya subhanallah lama banget karena sering ketemu di kampus. Kalau diinget lagi sekarang sih jadinya menertawakan kebodohan yang dulu. Kok bisa ya dulu sebucin itu, hahaha.

Begitulah dulu saya "melepaskan" diri dari Facebook. Sekarang, sesekali membukanya karena berhubungan dengan kerjaan juga. Tapi, lebih dari itu, rasa sesak di dada dulu sudah sirna. 

Melihat Facebook sekarang seperti diajak reuni. Melihat lagi hal-hal yang terjadi semasa SMA dan kuliah, terutama keseruannya. Semoga itu bisa saya dapatkan kelak dari IG ketika masa puasa ini selesai.

Sekian.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments