In Perpisahan

PAMIT


Kata orang, tak ada yang lebih menyedihkan dari sebuah perpisahan. Seperti kematian, meski pahit, yang ditinggalkan tak bisa berbuat apa-apa jika sudah waktunya.

Dan hari kematian itu telah tiba.

Di sore hari yang melelahkan karena menunggu keputusan DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara menjadi Undang-Undang yang sah, saya memutuskan menarik semua tulisan yang pernah dimuat dalam blog ini.

Tak akan ada lagi artikel sedih menunggu seseorang seperti lima tahun lalu, tak ada lagi kisah perempuan yang mempertanyakan kenapa dalam hubungan pacaran yang baik-baik saja harus berakhir.

Lebih jauh lagi, tak akan ditemui kisah anak SMA yang mendadak sakit perut di hari pertama ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri karena melihat gebetannya selama tiga tahun dari sekolah lain ternyata satu lokasi ujian.

Barangkali gara-gara itu, hasil tes ujian saya masuk Universitas Indonesia gagal! Sialan memang.

Sebenarnya keinginan untuk menghapus blog ini sudah ada sejak tiga tahun lalu, saat seorang wartawan senior menyebut terlalu bahaya membagi cerita dia ruang terbuka. Apalagi menggunakan identitas asli.

Tentu saja dia benar.

Blognya tak pernah pakai identitas asli. "Bisa goncang dunia kalau ada yang tahu," kata dia usia saya membaca blognya dua tahun lalu. Isinya? Memang sangat berbeda dengan penampilannya yang gahar. Tapi begitulah, manusia selalu punya sisi yang tak nampak di luar kebanyakan orang.

Tapi saat itu saya urung menghapus semua artikel di sini. Saya berpikir masih ada waktu menunggu satu tahun lagi, siapa tahu, ini siapa tahu lho, satu orang yang pernah rutin diceritakan dalam blog ini muncul lagi.

Sayang teramat sayang, ternyata sampai akhir tahun lalu, tak pernah ada bayangnya di stasiun seperti yang pernah kami bahas dalam balasan e-mail lima tahun lalu. Rasanya sia-sia percaya.

Selain cerita-cerita menyedihkan, ada juga hal menyenangkan dalam blog yang dibikin pertama kali di warnet deket rumah, 10 tahun lalu. Salah satunya waktu pertama kali ditembak di kampus malam-malam! Karena itu pengalaman pertama dalam hidup, masih lekat geli-geli di perut, haha! Meskipun beberapa bulan setelah itu, sakitnya lebih banyak.

Enggak kerasa, udah ada 364 artikel yang ditulis. Dari yang serius sampai paling receh. Beberapa artikel di sini sempat berbayar. Tapi menulis bebas tentu jadi bagian paling asyik. Menulis sebagai terapi kalau kata mentor saya di kelas semester pendek @daripada.bosen tempo hari.

Saya sepakat.

Sejak SD saya menulis banyak catatan harian karena memang melegakkan. Ada yang diam-diam bukunya dibakar karena takut ketahuan dibaca orang rumah, ada juga yang disimpan sampai sekarang.

Jadi, karena menulis merupakan terapi, tentu saya tak akan berhenti bercerita. Menulis sesuatu yang saya sukai tapi di blog lain dengan nama ciamik yang sudah disiapkan. Kan kata Pramoedya Ananta Toer, menulis adalah bekerja untuk keabadian. Bukankah itu juga yang bikin Nyai Ontosoroh suka pada Minke di Bumi Manusia?

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari," kata dia.

Terima kasih bagi pembaca yang pernah mampir ke sini, meninggalkan jejak, saling berkomentar, dan mengikuti blog masing-masing. Terima kasih juga kepada klien yang pernah mempercayakan produknya diulas di sini, hehe.


Sampai ketemu di halaman berikut!

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments